PKPU Kutilang Paksi Mas berakhir damai
JAKARTA. Masa penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) PT Kutilang Paksi Mas (KPM) berakhir dengan damai. Pasalnya, proposal perdamaian yang diajukan distributor produk energi itu diterima para kreditur. 'Mengatakan sah dan mengikat secara hukum perjanjian peedamaian dan memerintahkan para pihak untuk tunduk dan menjalankannya,' ungkap ketua majelis hakim Tito Suhut saat membacakan amar putusan, Kamis (3/3). Adapun dalam pertimbangannya, majelis mendapat laporan dari hakim pengawas terkait hasil rapat kreditur terakhir yang beragendakan pemungutan suara atas proposal perdamaian KPM. Dalam rapat kreditur tersebut, sebagian besar kreditur baik separatis dan konkuren menyetujui proposal perdamaian. Adapun presentasenya, 86% kreditur separatis setuju dan 86,4% kreditur konkuren yang setuju. Atas hasil tersebut, majelis berpendapat Pasal 281 ayat 1a dan 1b Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU telah terpenuhi. 'Sehingga sudah sepatutnya lah homologasi debitur (KPM) dengan krediturnya terjadi,' tambah Tito. Menanggapi perdamaian itu, kuasa hukum KPM Hotman P. Hutapea mengatakan perdamaian itu memang sudah seharusnya terjadi. 'Para kreditur setuju jadi ya memang sudah harusnya damai,' ungkap dia kepada KONTAN, Kamis (3/3). Diketahui KPM memiliki total utang mencapai Rp1,9 triliun kepada 34 kreditur, yang 13 di antaranya merupakan kreditur separatis. Yaitu antara lain, kepada Bank HSBC Indonesia Rp 535,82 miliar. Citibank Rp 149,31 miliar dan Bank UOB Indonesia sebesar Rp 149,31 miliar. Tagihan Solaris US$ 16 juta dibatalkan Hotman menyampaikan, pada saat rapat pemungutan suara yang dilakukan pada Rabu (2/3) ada tagihan salah satu kreditur yang dibatalkan oleh pengurus PKPU. Kreditur itu adalah PT Solaris Prima Energy dengan total tagihan yang dibatalkan sebesar US$ 16 juta. Adapun pengamatan KONTAN yang juga hadir dalam rapat pemungutan suara, pembatalan tagihan Solaris berasal dari pihak KPM yang menyadari kalau Solaris mengajukan tagihan di dua perkara yang berbeda. 'Solaris mengajukan tagihan kepada KPM di forum PKPU tapi di perkara lain Solaris juga menagih US$ 16 juta dalam gugatan perdata,' ucap Hotman saat itu. Sehingga Hotman meminta kepada hakim pengawas dan pengurus untuk membatalkan tagihan Solaris berdasarkan kewenangannya yang tercantum dalam Pasal 279 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU. Pasalnya, menurut dia, Solaris akan mendapatkan pembayaran tagihan yang double jika perkara perdata Solaris menang. Dengan demikian, pengurus PKPU Octolin H. Hutagalung pun mengambil sikap untuk mencoret tagihan Solaris US$ 16 juta dari daftar tagihan. Sekadar tahu saja, Solaris awalnya mengajukan tagihan dengan total US$ 21 juta. Tagihan tersebut pun terdiri dari US$ 16 juta dari tagihan yang dijaminkan bank garansi dan tagihan di luar bank garansi sebesar US$ 5 juta. Dengan jumlah tagihan tersebut, Solaris awalnya menjadi kreditur mayoritas dengan jumlah suara terbanyak di kategori kreditur konkuren. Nah dengan dibatalkannya tagihan itu maka tagihan Solaris di KPM hanya sebesar US$ 5 juta dan Solaris tak lagi menjadi suara mayoritas. Menanggapi hal tersebut kuasa hukum Solaris Gita Petrimalia yang awalnya keberatan justru tak mau ambil pusing. 'Setelah kami pikir-pikir sebetulnya tidak masalah juga, dengan dibatalkannya tagihan di KPM, seharusnya dapat menguatkan perkara gugatan perdata kami untuk menang,' ungkap dia. Sekadar tahu saja, perkara perdata Solaris ini berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan No. 539/PDT.G/2015/PN.JKT.PST. Dimana dalam hal ini Solaris menggugat PT Bank Syariah Mandiri selalu penjamin bank garansi. Adapun hingga saat ini persidangan sudah memasuki tahap pembuktian. Reporter Sinar Putri S.Utami Editor Sanny Cicilia diambil dari: http://nasional.kontan.co.id/news/pkpu-kutilang-paksi-mas-berakhir-damai